Republik Madura - Perjalanan sejarah bangsa Indonesia mencatat sejumlah nama besar tokoh pejuang yang memimpin barisan pemberontak rakyat melawan penjajah. Mulai dari era penjajahan Belanda, kemudian Jepang saat perang dunia II hingga masa revolusi pasca proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945. Diantara para tokoh pejuang tersebut, ada sebagian diantara mereka yang memiliki jasa besar bagi Indonesia namun hilang misterius tak berbekas. Dalam rangka memperingati kemerdekaan kita yang ke 66 tahun pada 17 agustus 2011 ini, kami tulis tokoh besar ini supaya kita tetap mengingat beliau.
Sutan Ibrahim atau Datuk Tan Malaka
Namanya sangat melegenda dikalangan orang-orang pergerakan nasional. Dia menjadi sahabat bagi semua kalangan. Teman karib Soekarno yang nasionalis hingga Haji Oumar Said Tjokroaminoto {HOS Tjokroaminoto} yang islamis. Saya secara pribadi mengaguminya karena visi perjuangannya yang lebih hebat dari seorang Soekarno sekalipun. Sayang, dia berada pada posisi politik yang keliru kalau tidak mau dibilang salah, sehingga akhirnya menjadi korban penculikan politik yang dilakukan oleh kelompok bersenjata tak dikenal.
Lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897. Tan Malaka merupakan seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.
Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara jelas disingkirkan, Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai "Pahlawan revolusi nasional" melalui ketetapan parlemen dalam sebuah undang-undang tahun 1963.
Tan Malaka juga seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.
Perjuangan Tan Malaka
Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV - embrio partai komunis di Indonesia) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda.
Tan Malaka juga mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.
Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.
Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti mengalami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.
Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Namun seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, pimpinan Sardjono - Alimin - Musso.
Pemberontakan 1926 oleh PKI sebagai hasil dari Keputusan Prambanan menjadi bumerang bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan ini hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI.
Maka perjungan nasional saat itu mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.
Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April 1925.
Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak Republik Indonesia" memberi komentar: "Tan Malaka tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah…."
Tan Malaka juga dikenal sebagai pemikir dan penulis ulung. Hebatnya lagi, semua karya Tan Malaka didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.
Hilang dan Terbunuhnya Tan Malaka
Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.
Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.
Ketika itu Tan Malaka sangat suka bersafari keliling Indonesia. Melihat langsung kondisi rakyatnya sambil melontarkan gagasan-gagasannya di hadapan rakyat yang menyambutnya dengan tangan terbuka. Saat itulah, di tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya kala sedang bersafari di Pethok, Kediri, Jawa Timur.
Berbagai versi muncul dari hilang dan terbununya Tan Malaka. Salah satunya yang paling terekspose adalah penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya.
Harry A Poeze yang menjabat Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV ini, kembali merilis hasil penelitiannya bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949. Namun hingga kini, tidak ada yang mengetahui secara pasti dimana makam sang tokoh besar ini.
Berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.
Tulisan ini hanya sebagai upaya mengenang Tan Malaka apa adanya. Tak bermaksud memojokkan siapapun atau kelompok manapun. Merdekalah Indonesia ku dengan ridho Allah SWT! (Mad Topek)
Diolah dari sumber data: id.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar