Memori sebuah derby dellamadoninna kala nobar kawan2 MI Madura bersama kawan2 MI Sez Surabaya, april 2015
Kategori Artikel dan Berita Kami, Silahkan Dibaca
- Ala Made in Madura (25)
- Kisah Tokoh (47)
- Madura News (29)
- Milan Channel and News (73)
- Special Reports (21)
- Unik dan Aneh (14)
- Video Istimewa (21)
- Viva Sepakbola Indonesia (19)
Selasa, 24 November 2015
Video NOBAR Derby Dellamadoninna MI Madura Bersama Kawan2 MI Sez Surabaya, April 2015
Memori sebuah derby dellamadoninna kala nobar kawan2 MI Madura bersama kawan2 MI Sez Surabaya, april 2015
Mereka Mem-bonekkan HMI!
Mereka Mem-bonekkan HMI!
“Aku Tak Pernah Malu Mengaku Bonek Meski Media Selalu Memojokkannya. Aku Pun Tak Malu Mengaku Eks Aktivis HMI Meski Media Kini Menyetankannya!”
Jujur, ada perasaan kecewa sekaligus marah dalam beberapa hari terakhir ini. Sejumlah media terang-terangan memojokkan HMI, organisasi mahasiswa yang pernah mengisi hari-hari saya dulu. Berita yang terkesan menyudutkan HMI itupun menjadi bulan-bulanan dan bahan hujatan sekaligus ejekan oleh mereka yang iri hingga mereka yang tidak mengenal HMI sekalipun.
Semua hal buruk tentang Kongres HMI di Riau 2015 menjadi berita yang seksi. Terutama bagi media-media tertentu yang tampaknya menikmati saat menulis hal-hal jelek tentang HMI. Persis seperti saat Bonek kala ‘beraksi’ di jalanan.
Bonek,
komunitas supporter Persebaya Surabaya (1927). Mereka adalah kelompok supporter
pertama yang memiliki tradisi ‘awayday’ alias ngeluruk ke kandang musuh
mengiringi skuad Bajul Ijo tersebut sejak era 1980-an. Saat semua kelompok supporter
klub sepakbola di Indonesia masih ‘jago kandang’, merekalah yang dengan gagah
mendatangi kota lawan dimana Persebaya bertanding.
Bonek
menjadi kawah candradimuka bagi mereka untuk mendidik mental fanatismenya
terhadap klub kesayangan. Namun kebesaran Bonek sejak 1980-an ini membuat
sebagian orang (terutama kelompok supporter lain) iri. Karena tak bisa meniru
fanatisme dan soliditas Bonek kala itu.
Tapi
selalu ada catatan merah di balik kegagahan Bonek. Perjalanan menuju kota klub
lawan untuk awayday tersebut seringkali malah menorehkan tinta merah. Yakni
kerusuhan. Dengan asyiknya, jurnalis menggoreng berita tentang hal tersebut.
Terutama bagi jurnalis yang secara lahir batin memang anti-Bonek. Akibatnya
fatal, Bonek menjadi identik sebagai supporter brangasan, menakutkan dan anti
perdamaian. Siapa yang bikin stigma ini? Media!
Ya Media menulisnya dengan cara yang datar.
Tanpa ada upaya memberitakan lebih mendalam mengenai hal tersebut. Yang
penting, Bonek bikin rusuh. Itu saja! Kedangkalan inilah yang membentuk stigma
buruk Bonek di mata masyarakat.
Menulis
tentang Bonek yang suka kerusuhan adalah sesuatu yang seksi bagi mereka. Nyaris
atau hampir tak ada berita tentang hal-hal yang baik tentang Bonek. Padahal tidak
gampang mengkoordinir ribuan atau bahkan puluhan ribu Bonek tersebut di
lapangan. Selalu ada oknum di dalamnya. Namun tak ada kata ‘OKNUM’ kala menulis
hal negative tentang Bonek. Labelnya sama: Bonek bikin rusuh. Padahal saat
menulis supporter lain, media dengan lugasnya menulis: Oknum supporter A.
Bahkan
saat Bonek pun yang jadi korban, tetap Bonek-lah yang salah. Ingat kasus
meninggalnya 5 Bonek saat awayday ke Bojonegoro tahun 2012 silam? Mereka tewas
dalam tour of duty kala melewati Lamongan, wilayah yang secara tradisi kini
berlawanan dengan mereka.
Namun di media, Bonek-lah yang tetap disalahkan di media. Tak ada berita kelanjutan kasus terbunuhnya mereka. Termasuk penindakan oleh aparat kepolisian bagi para pelaku.
Namun di media, Bonek-lah yang tetap disalahkan di media. Tak ada berita kelanjutan kasus terbunuhnya mereka. Termasuk penindakan oleh aparat kepolisian bagi para pelaku.
Saat
mereka bagi-bagi bunga bagi hingga bagi-bagi takjil, hampir tak ada satu media
pun yang menulis. Berita macam begini, tak seksi bagi media.
Memang tidak semua media. Masih ada sebagian media yang tetap mencoba menulis secara berimbang. Namun stigma di media yang terlanjur ada dan sulit dilepas: Bonek Biang Kerusuhan!
Memang tidak semua media. Masih ada sebagian media yang tetap mencoba menulis secara berimbang. Namun stigma di media yang terlanjur ada dan sulit dilepas: Bonek Biang Kerusuhan!
Apakah
supporter lain tidak suka rusuh? Sama saja! Namun toh menulis kerusuhan
berlatar Bonek akan tetap lebih seksi bagi media.
Tapi lihatlah Bonek. Mereka tetap tangguh di tengah tempaan medan revolusi sepakbola nasional. Secara perlahan, stigma negative Bonek mulai bergeser ke arah yang lebih baik. Siapa yang membuat demikian? Bonek sendiri, bukan media yang melakukannya. Karena Bonek tak mau dijadikan bulan-bulanan berita jelek oleh media terus. Mereka punya keinginan kuat untuk merubahnya sendiri.
Tapi lihatlah Bonek. Mereka tetap tangguh di tengah tempaan medan revolusi sepakbola nasional. Secara perlahan, stigma negative Bonek mulai bergeser ke arah yang lebih baik. Siapa yang membuat demikian? Bonek sendiri, bukan media yang melakukannya. Karena Bonek tak mau dijadikan bulan-bulanan berita jelek oleh media terus. Mereka punya keinginan kuat untuk merubahnya sendiri.
Pun
demikian dengan HMI, organisasi mahasiswa yang berbasis keagamaan (Islam).
Kelahiran HMI tahun 1947 menjadi salah satu penanda kebangkitan kaum
intelektual Islam pribumi pasca proklamasi. Kader-kader mereka pun turut
mewarnai pergulatan revolusi Indonesia. Baik ikut memanggul senjata melawan penjajah
yang hendak kembali maupun memerangi komunisme. Terutama saat era 1960-an.
Ya, HMI menjadi musuh utama CGMI, Organ Underbouw PKI di tataran mahasiswa. Bahkan usai memusnahkan kekuatan Partai Masyumi, PKI menjadikan HMI sebagai target berikutnya. Lewat corong-corong media komunis, HMI diidentikkan sebagai kaum kontra revolusioner yang harus dibubarkan. Namun berkat perlindungan para ulama (terutama dari kalangan NU dan Muhammadiyah) serta didukung Letjen Ach Yani (Ka Staff AD saat itu) upaya menjadikan HMI sebagai setan revolusi oleh PKI tersebut gagal.
Ya, HMI menjadi musuh utama CGMI, Organ Underbouw PKI di tataran mahasiswa. Bahkan usai memusnahkan kekuatan Partai Masyumi, PKI menjadikan HMI sebagai target berikutnya. Lewat corong-corong media komunis, HMI diidentikkan sebagai kaum kontra revolusioner yang harus dibubarkan. Namun berkat perlindungan para ulama (terutama dari kalangan NU dan Muhammadiyah) serta didukung Letjen Ach Yani (Ka Staff AD saat itu) upaya menjadikan HMI sebagai setan revolusi oleh PKI tersebut gagal.
Pasca
era kelam tersebut, HMI menjelma menjadi organisasi yang menggurita. Eks aktivis
organisasi yang identik dengan logo Bulan Bintang ini mulai banyak merambah
birokrasi sejak akhir 1970-an. Puncaknya mulai awal 1990-an, para alumni HMI
nyaris menguasai hampir semua sector terutama di lembaga legislative maupun
eksekutif daerah hingga pusat.
Para
alumni mereka yang tergabung di KAHMI pun mulai memanjakan kadernya yang
dibawah. Segala kegiatan organisasi nyaris selalu bisa didanai. Sebagai
gambaran, setiap komisariat (lembaga HMI paling bawah) di HMI Cabang Jember
selalu menggelar Bakti Sosial Iedul Adha setiap tahunnya. Uang operasional kegiatan
hingga kambing qurban (biasanya 8-12 ekor per komisariat) selalu disumbang oleh
alumni.
Termasuk HMI Komisariat Fisipol Unej dimana saya pernah aktif didalamnya. Kami bisa menyewa truk hingga mobil pick up untuk mengangkut puluhan hingga ratusan anggota komisariat ke lokasi Bakti Sosial tersebut (biasanya di wilayah pelosok Jember). Tepat hari H Iedul Qurban, kambing-kambing tersebut dipotong dan dibagikan ke penduduk setempat. Satu ekor diantaranya dipotong dan dimakan bersama dengan penduduk.
Termasuk HMI Komisariat Fisipol Unej dimana saya pernah aktif didalamnya. Kami bisa menyewa truk hingga mobil pick up untuk mengangkut puluhan hingga ratusan anggota komisariat ke lokasi Bakti Sosial tersebut (biasanya di wilayah pelosok Jember). Tepat hari H Iedul Qurban, kambing-kambing tersebut dipotong dan dibagikan ke penduduk setempat. Satu ekor diantaranya dipotong dan dimakan bersama dengan penduduk.
Selain
untuk mendekatkan kader dengan rakyat, bakti sosial ini juga menunjukkan
eksistensi organisasi secara langsung kepada masyarakat hingga level terbawah. Siapa
yang tidak iri? Aktivis organisasi lain pun pasti iri karena merasa tak mampu menyamai
apalagi melebihi HMI.
Tapi
kondisi nyaman ini malah membuat kader HMI terlena. Ini seperti pembusukan dari
dalam.
Namun
tidak dengan mereka yang di luar HMI. Mereka masih tetap merasa iri. Dalam diri
mereka, ada rasa inferior saat melihat kemapanan alumni HMI maupun organisasi
kadernya yang penuh dengan aktifitas.
Tatkala saya masih aktif di HMI, dua hal tersebut sempat terpikir di benak saya. Bahwa suatu saat akan menjadi benang yang bertautan. Semangat dan mental yang melemah di internal HMI yang sedang terlena karena kemapanan akan mudah dijadikan mem-bully oleh mereka yang memiliki rasa iri dan dengki pada HMI.
Maka saya sebenarnya tidak terlalu kaget ketika ada sebagian media tertentu mulai menyudutkan HMI. Memberitakan sisi buruk HMI nampak seksi saat ini. Mulai dari 3 M dana kongres hingga ribuan ‘peserta’ kongres yang terlantar dan bikin rusuh dengan membawa senjata. Menulis hal ini lebih seksi dari pada menulis tentang sisi baik HMI.
Jika hal ini terus dilakukan oleh media-media tersebut, suatu saat nama besar HMI yang gilang gemilang sejak jaman revolusi akan hilang dengan sendirinya. Yang tersisa adalah stigma yang terlanjur disematkan media: HMI yang hedonis dan tukang bikin rusuh!
Tatkala saya masih aktif di HMI, dua hal tersebut sempat terpikir di benak saya. Bahwa suatu saat akan menjadi benang yang bertautan. Semangat dan mental yang melemah di internal HMI yang sedang terlena karena kemapanan akan mudah dijadikan mem-bully oleh mereka yang memiliki rasa iri dan dengki pada HMI.
Maka saya sebenarnya tidak terlalu kaget ketika ada sebagian media tertentu mulai menyudutkan HMI. Memberitakan sisi buruk HMI nampak seksi saat ini. Mulai dari 3 M dana kongres hingga ribuan ‘peserta’ kongres yang terlantar dan bikin rusuh dengan membawa senjata. Menulis hal ini lebih seksi dari pada menulis tentang sisi baik HMI.
Jika hal ini terus dilakukan oleh media-media tersebut, suatu saat nama besar HMI yang gilang gemilang sejak jaman revolusi akan hilang dengan sendirinya. Yang tersisa adalah stigma yang terlanjur disematkan media: HMI yang hedonis dan tukang bikin rusuh!
Namun
jika kader HMI memiliki mental tangguh di tengah badai stigma tersebut, niscaya
stigma itu tinggal stigma. Biarkan label buruk disematkan oleh media. HMI tetap
jalan lurus sembari melakukan banyak perbaikan internal. Berubahlah dengan cara
HMI sendiri, demi nama besar dan nama baik organisasi.
Support
penuh dari para senior mereka (KAHMI) pasti akan tetap ada. Toh dukungan tersebut
untuk rebuilding keorganisasian. Yakni HMI sebagai organisasi kader dan HMI
sebagai organisasi perjuangan. HMI sebagai anak umat sekaligus anak bangsa. HMI
sebagai kawah candradimuka calon pemimpin bangsa dan umat.
Salam Satu Nyali, WANI!
Yakin Usaha Sampai!
Bangkalan, 23 Nopember 2015
Salam Satu Nyali, WANI!
Yakin Usaha Sampai!
Bangkalan, 23 Nopember 2015
Mamad Taufik
Mahasiswa Jur Hub Internasional, Fisipol Unej 1998-2004
Ketua
Umum HMI Cabang Jember Komisariat Fisipol 2002-2003
Kabid
Litbang LPL-K HMI Cabang Jember 2002-2003
Kabid
PAO HMI Cabang Jember 2003-2004
Langganan:
Postingan (Atom)
Come to Madura Island and Watch Our BullRace Event!
