Kategori Artikel dan Berita Kami, Silahkan Dibaca

Say NO tobe Corruptor!!! Get the Corruptor in the Jail!!!

Selasa, 24 November 2015

Mereka Mem-bonekkan HMI!



Mereka Mem-bonekkan HMI!

“Aku Tak Pernah Malu Mengaku Bonek Meski Media Selalu Memojokkannya. Aku Pun Tak Malu Mengaku Eks Aktivis HMI Meski Media Kini Menyetankannya!”

Jujur, ada perasaan kecewa sekaligus marah dalam beberapa hari terakhir ini. Sejumlah media terang-terangan memojokkan HMI, organisasi mahasiswa yang pernah mengisi hari-hari saya dulu. Berita yang terkesan menyudutkan HMI itupun menjadi bulan-bulanan dan bahan hujatan sekaligus ejekan oleh mereka yang iri hingga mereka yang tidak mengenal HMI sekalipun.

Semua hal buruk tentang Kongres HMI di Riau 2015 menjadi berita yang seksi. Terutama bagi media-media tertentu yang tampaknya menikmati saat menulis hal-hal jelek tentang HMI. Persis seperti saat Bonek kala ‘beraksi’ di jalanan.

Bonek, komunitas supporter Persebaya Surabaya (1927). Mereka adalah kelompok supporter pertama yang memiliki tradisi ‘awayday’ alias ngeluruk ke kandang musuh mengiringi skuad Bajul Ijo tersebut sejak era 1980-an. Saat semua kelompok supporter klub sepakbola di Indonesia masih ‘jago kandang’, merekalah yang dengan gagah mendatangi kota lawan dimana Persebaya bertanding.

Bonek menjadi kawah candradimuka bagi mereka untuk mendidik mental fanatismenya terhadap klub kesayangan. Namun kebesaran Bonek sejak 1980-an ini membuat sebagian orang (terutama kelompok supporter lain) iri. Karena tak bisa meniru fanatisme dan soliditas Bonek kala itu.

Tapi selalu ada catatan merah di balik kegagahan Bonek. Perjalanan menuju kota klub lawan untuk awayday tersebut seringkali malah menorehkan tinta merah. Yakni kerusuhan. Dengan asyiknya, jurnalis menggoreng berita tentang hal tersebut. Terutama bagi jurnalis yang secara lahir batin memang anti-Bonek. Akibatnya fatal, Bonek menjadi identik sebagai supporter brangasan, menakutkan dan anti perdamaian. Siapa yang bikin stigma ini? Media!

Ya Media menulisnya dengan cara yang datar. Tanpa ada upaya memberitakan lebih mendalam mengenai hal tersebut. Yang penting, Bonek bikin rusuh. Itu saja! Kedangkalan inilah yang membentuk stigma buruk Bonek di mata masyarakat.


Menulis tentang Bonek yang suka kerusuhan adalah sesuatu yang seksi bagi mereka. Nyaris atau hampir tak ada berita tentang hal-hal yang baik tentang Bonek. Padahal tidak gampang mengkoordinir ribuan atau bahkan puluhan ribu Bonek tersebut di lapangan. Selalu ada oknum di dalamnya. Namun tak ada kata ‘OKNUM’ kala menulis hal negative tentang Bonek. Labelnya sama: Bonek bikin rusuh. Padahal saat menulis supporter lain, media dengan lugasnya menulis: Oknum supporter A.

Bahkan saat Bonek pun yang jadi korban, tetap Bonek-lah yang salah. Ingat kasus meninggalnya 5 Bonek saat awayday ke Bojonegoro tahun 2012 silam? Mereka tewas dalam tour of duty kala melewati Lamongan, wilayah yang secara tradisi kini berlawanan dengan mereka.

Namun di media, Bonek-lah yang tetap disalahkan di media. Tak ada berita kelanjutan kasus terbunuhnya mereka. Termasuk penindakan oleh aparat kepolisian bagi para pelaku.

Saat mereka bagi-bagi bunga bagi hingga bagi-bagi takjil, hampir tak ada satu media pun yang menulis. Berita macam begini, tak seksi bagi media.

Memang tidak semua media. Masih ada sebagian media yang tetap mencoba menulis secara berimbang. Namun stigma di media yang terlanjur ada dan sulit dilepas: Bonek Biang Kerusuhan!

Apakah supporter lain tidak suka rusuh? Sama saja! Namun toh menulis kerusuhan berlatar Bonek akan tetap lebih seksi bagi media.

Tapi lihatlah Bonek. Mereka tetap tangguh di tengah tempaan medan revolusi sepakbola nasional. Secara perlahan, stigma negative Bonek mulai bergeser ke arah yang lebih baik. Siapa yang membuat demikian? Bonek sendiri, bukan media yang melakukannya. Karena Bonek tak mau dijadikan bulan-bulanan berita jelek oleh media terus. Mereka punya keinginan kuat untuk merubahnya sendiri.

Pun demikian dengan HMI, organisasi mahasiswa yang berbasis keagamaan (Islam). Kelahiran HMI tahun 1947 menjadi salah satu penanda kebangkitan kaum intelektual Islam pribumi pasca proklamasi. Kader-kader mereka pun turut mewarnai pergulatan revolusi Indonesia. Baik ikut memanggul senjata melawan penjajah yang hendak kembali maupun memerangi komunisme. Terutama saat era 1960-an.

Ya, HMI menjadi musuh utama CGMI, Organ Underbouw PKI di tataran mahasiswa. Bahkan usai memusnahkan kekuatan Partai Masyumi, PKI menjadikan HMI sebagai target berikutnya. Lewat corong-corong media komunis, HMI diidentikkan sebagai kaum kontra revolusioner yang harus dibubarkan. Namun berkat perlindungan para ulama (terutama dari kalangan NU dan Muhammadiyah) serta didukung Letjen Ach Yani (Ka Staff AD saat itu) upaya menjadikan HMI sebagai setan revolusi oleh PKI tersebut gagal.

Pasca era kelam tersebut, HMI menjelma menjadi organisasi yang menggurita. Eks aktivis organisasi yang identik dengan logo Bulan Bintang ini mulai banyak merambah birokrasi sejak akhir 1970-an. Puncaknya mulai awal 1990-an, para alumni HMI nyaris menguasai hampir semua sector terutama di lembaga legislative maupun eksekutif daerah hingga pusat.

Para alumni mereka yang tergabung di KAHMI pun mulai memanjakan kadernya yang dibawah. Segala kegiatan organisasi nyaris selalu bisa didanai. Sebagai gambaran, setiap komisariat (lembaga HMI paling bawah) di HMI Cabang Jember selalu menggelar Bakti Sosial Iedul Adha setiap tahunnya. Uang operasional kegiatan hingga kambing qurban (biasanya 8-12 ekor per komisariat) selalu disumbang oleh alumni.

Termasuk HMI Komisariat Fisipol Unej dimana saya pernah aktif didalamnya. Kami bisa menyewa truk hingga mobil pick up untuk mengangkut puluhan hingga ratusan anggota komisariat ke lokasi Bakti Sosial tersebut (biasanya di wilayah pelosok Jember). Tepat hari H Iedul Qurban, kambing-kambing tersebut dipotong dan dibagikan ke penduduk setempat. Satu ekor diantaranya dipotong dan dimakan bersama dengan penduduk.

Selain untuk mendekatkan kader dengan rakyat, bakti sosial ini juga menunjukkan eksistensi organisasi secara langsung kepada masyarakat hingga level terbawah. Siapa yang tidak iri? Aktivis organisasi lain pun pasti iri karena merasa tak mampu menyamai apalagi melebihi HMI.

Tapi kondisi nyaman ini malah membuat kader HMI terlena. Ini seperti pembusukan dari dalam.

Namun tidak dengan mereka yang di luar HMI. Mereka masih tetap merasa iri. Dalam diri mereka, ada rasa inferior saat melihat kemapanan alumni HMI maupun organisasi kadernya yang penuh dengan aktifitas.

Tatkala saya masih aktif di HMI, dua hal tersebut sempat terpikir di benak saya. Bahwa suatu saat akan menjadi benang yang bertautan. Semangat dan mental yang melemah di internal HMI yang sedang terlena karena kemapanan akan mudah dijadikan mem-bully oleh mereka yang memiliki rasa iri dan dengki pada HMI.

Maka saya sebenarnya tidak terlalu kaget ketika ada sebagian media tertentu mulai menyudutkan HMI. Memberitakan sisi buruk HMI nampak seksi saat ini. Mulai dari 3 M dana kongres hingga ribuan ‘peserta’ kongres yang terlantar dan bikin rusuh dengan membawa senjata. Menulis hal ini lebih seksi dari pada menulis tentang sisi baik HMI.

Jika hal ini terus dilakukan oleh media-media tersebut, suatu saat nama besar HMI yang gilang gemilang sejak jaman revolusi akan hilang dengan sendirinya. Yang tersisa adalah stigma yang terlanjur disematkan media: HMI yang hedonis dan tukang bikin rusuh!

Namun jika kader HMI memiliki mental tangguh di tengah badai stigma tersebut, niscaya stigma itu tinggal stigma. Biarkan label buruk disematkan oleh media. HMI tetap jalan lurus sembari melakukan banyak perbaikan internal. Berubahlah dengan cara HMI sendiri, demi nama besar dan nama baik organisasi.

Support penuh dari para senior mereka (KAHMI) pasti akan tetap ada. Toh dukungan tersebut untuk rebuilding keorganisasian. Yakni HMI sebagai organisasi kader dan HMI sebagai organisasi perjuangan. HMI sebagai anak umat sekaligus anak bangsa. HMI sebagai kawah candradimuka calon pemimpin bangsa dan umat.

Salam Satu Nyali, WANI!
Yakin Usaha Sampai!

Bangkalan, 23 Nopember 2015

Mamad Taufik
Mahasiswa Jur Hub Internasional, Fisipol Unej 1998-2004
Ketua Umum HMI Cabang Jember Komisariat Fisipol 2002-2003
Kabid Litbang LPL-K HMI Cabang Jember 2002-2003
Kabid PAO HMI Cabang Jember 2003-2004





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Come to Madura Island and Watch Our BullRace Event!

Come to Madura Island and Watch Our BullRace Event!