Kembali kebrutalan aparat berbaju coklat alias polisi terhadap wartawan terjadi. Kali ini menimpa sejumlah wartawan di Surabaya saat melakukan peliputan demo. Saat saya bikin status di FB tentang masalah ini, seorang teman lama yg kini menjadi polisi di Kalimantan, berujar: "katanya mau berprilaku sipil, kok masih militer juga?". Nah, ungkapan jujur bukan?
Kekerasan terhadap jurnalis tersebut menimpa beberapa wartawan yang sedang melakukan peliputan di Balai Kota Surabaya. Tercatat tiga wartawan, yakni Septa dari radio El Shinta, Lukman Rozak reporter Trans7, serta Joko Hermanto reporter TVRI mengalami luka akibat pemukulan oleh oknum petugas kepolisian.
Kejadian tersebut bermula dari aksi demonstrasi yang digelar oleh massa aksi etnis Tiong Hoa Falun Dafa di depan Taman Surya Balai Kota Surabaya, sabtu (07/05/2011). Aksi damai yang menyuarakan hak azasi suatu kelompok politik di China tersebut diliput oleh para jurnalis. Awalnya peliputan berjalan normal.
Kejadian berubah drastis, ketika petugas kepolisian yang mengawal aksi demonstrasi tersebut berupaya membubarkan masa aksi dengan sedikit keras.
Hal ini, tentu membuat para jurnalis semakin tertarik untuk mengabadikan momen tersebut. Namun secara tiba - tiba, beberapa anggota Polisi yang diketahui dari Polrestabes Surabaya tersebut menghalau para wartawan untuk merekam pembubaran aksi demonstrasi.
Pelarangan yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap wartawan tersebut, dilakukan dengan kasar, tak hanya itu, petugas kepolisian berpakaian taktis itu, juga melakukan kekerasan dengan pemukulan, baik dengan tongkat maupun helm serta tendangan kepada wartawan yang melakukan peliputan. Aksi brutal petugas kepolisian ini sempat berlangsung selama 10 menit.
Dari aksi anarkis anggota kepolisian tersebut, mengakibatkan tiga orang wartawan mengalami luka lebam dibagian wajah. (diadaptasi dari: http://beritajatim.com/detailnews.php/8/Peristiwa/2011-05-07/100162/Bubarkan_Aksi_Falun_Dafa,_Polisi_Gebuki_Wartawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar